Tuesday, October 30, 2007

Sisa-sisa Libur Panjang Lebaran

Libur panjang lebaran ternyata memberikan sisa yg luar biasa bagi kami sekeluarga. Capek mudik? Bukan itu, karena lebaran kali ini memang gilirannya berkumpul dengan orang tua saya di Jakarta, jadi rute pulang kampung kami hanya Depok-Jakarta :)

Sisa luar biasa yg membekas untuk anak saya "Bintang" yaitu menikmati 10 hari 10 malam selalu bersama ayah & bundanya nonstop. Hari demi hari, jam demi jam, detik demi detik dilalui dalam kebersamaan. Mulai bangun subuh, sholat, sarapan, nonton barney, mandi, main balok puzzle, main bola, baca buku cerita, berenang, shopping, jalan-jalan, berkunjung ke sanak saudara, main di dinopark, beres-beres rumah, berkebun, makan siang, makan malam, hingga tidur. Semua dilakoni bersama.

Kisah panjang 10 hari yang sangat menyenangkan bagi kami melepas kejenuhan rutinitas kerja. Kisah panjang 10 hari yang sangat menyenangkan bagi kami bermain menemani "Bintang".

Hingga akhirnya tiba hari Senin 22 Oktober dimana rutinitas kerja kantoran kembali dimulai.
Cuma singkat kata yang anak saya ucapkan ketika melihat saya bersiap untuk berangkat: "papa ga usah kerja, main ama bintang aja".
Ketika saya tetap mencoba pamit padanya, anak saya berkata lagi sambil menangis: "bintang mau ikut papa kerja aja"

Adegan serupa terulang kembali 1 jam kemudian ketika giliran istri saya akan berangkat kerja.
"mama ga usah kerja, main ama bintang aja"
"bintang mau ikut mama kerja aja"

Adegan serupa terus terulang selama seminggu pertama kerja. Terbayangkan betapa sedihnya bintang.
Mungkin rasanya akan lebih enak kalo libur lebaran tak usah terlalu panjang saja. Atau sekalian saja libur lebaran sangat panjang alias tak harus diakhiri dengan hari masuk kerja lagi. Bukan pengangguran maksudnya tapi dengan ber-TDA ataupun financial freedom.

Pastinya akan lebih menyenangkan ketika ingin menikmati hari demi hari bersama anak, tanpa harus menunggu libur kerja weekend or lebaran misalnya. Pastinya akan lebih menyenangkan ketika hari demi hari dalam bekerja dilakoni pula bersama anak, misalnya bisa bebas membawa anak kita ke kantor sendiri. Pastinya akan lebih menyenangkan pula ketika saya dan keluarga menikmati hari demi hari penuh liburan ntah dimana sementara income tetap masuk, bisnis saya tetap berjalan.

Nah libur panjang lebaran tahun depan giliran berkunjung ke mertua di Lahat Sumatra Selatan, bagaimana lagi ya efeknya tuk "Bintang" nantinya? :)

Thursday, September 6, 2007

Antara Uang dan Waktu

Rekan TDA mungkin sedang berlari kencang mengejar 11 digit ataupun rekan TDB sedang berjuang hebat sepenuh jiwa raga, pikiran, menuju freedom TDA. Tapi jangan sampai terlupa luangkan waktu tuk keluarga kita.
Berikut artikel menyentuh yg saya cuplik :

Antara Uang dan Waktu

Sebagai orangtua, salah satu tujuan kita bekerja adalah untuk mencari uang buat anak-anak kita. Bukan hanya untuk makan dan memenuhi kebutuhan dasar keluarga, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan anak-anak yang semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Uang memang bukan segalanya, kita tahu dan sadar. Kita selalu menganggap uang hanya sekedar alat untuk membantu membuat hidup anak-anak kita menjadi lebih mudah.

Kisah kecil semacam ini mungkin pernah Anda baca. Ketika mengingat dan menuliskannya kembali, hal ini membuat saya merefleksikan apa-apa yang selama ini saya anggap penting dalam hidup saya.

**--**

Seorang Ayah, sebut saja namanya Billy, sibuk sekali dengan pekerjaannya sebagai konsultan. Banyak klien yang harus ditanganinya. Semua pekerjaan itu begitu menyita waktunya.

Pada suatu hari anaknya, Ben, bertanya kepadanya:
"Ayah, maukah Ayah menemani aku menonton film Harry Potter?"

"Aduh, maaf ya Ben. Ayah sedang sibuk sekali dengan pekerjaan. Kamu tahu, semua yang Ayah lakukan adalah untuk kepentingan kamu. Ayah mencari uang untuk kamu."

Di hari yang lain, Ben datang diantara kesibukan Billy.
"Ayah, yuk kita merakit robot baru Ben..."

"Billy, Ayah kan sudah membelikan kamu robot baru. Ayah sekarang sedang sibuk bekerja. Kamu main sendiri saja sana dengan robot barumu...," jawab Billy diantara kesibukannya.

Keesokan harinya, Ben datang lagi kepada Billy.
"Ayah, aku mau cerita tentang sepeda baru yang dibelikan Ayah..." Ben datang dengan semangat tinggi untuk bercerita kepada Billy.

"Sebentar...sebentar....," kata Billy. "Ayah tidak punya waktu untuk mendengarkan cerita kamu. Ayah sangat sibuk sekali. Bukankah Ayah sudah membelikan kamu sepeda? Kamu main saja sepeda bersama teman-temanmu."

Dengan sedih, Ben masuk ke kamarnya. Tiba-tiba dia mendapat ide setelah melihat kotak tabungannya. Dengan semangat yang meluap-luap, dia kembali menemui Ayahnya.
"Ayah... Berapa sih Ayah dibayar setiap jam?"

"Ben...," kata Billy mulai kehilangan kesabaran. "Tidakkah kamu melihat Ayah sedang sibuk bekerja? Kamu kan tahu Ayah bekerja buat kamu..." jawabnya setengah berteriak karena kesal.

"Aku cuma ingin tahu saja Ayah..." kata Ben dengan pelahan.

"$20!" kata Billy singkat untuk menyelesaikan pembicaraan dengan Ben. "Untuk apa kamu tanya tentang tarif konsultasi Ayah?"

Tapi Ben tidak menjawab. Dia sudah hilang dan melesat kembali ke kamarnya.
Dengan hati berdebar-debar, Ben mulai membuka kotak tabungannya. Dihitungnya satu persatu uang yang dimilikinya. Semua isi tabungannya $15. Dengan muka sedih, Ben kembali ke ruang Ayahnya.

"Ada apa lagi, Ben?" tanya Billy sebelum Ben sempat berucap. "Kamu butuh uang?" tanya Billy setelah melihat Ben membongkar kotak tabungannya.

"Iya Ayah"

"Berapa?"

"$5"

Tanpa banyak bicara, Bill membuka dompetnya. Dia mengulurkan uang $5 kepada Ben. "Ini uangnya. Tapi jangan ganggu Ayah lagi ya.. Ayah mau bekerja."

Bersoraklah Ben kegirangan sambil berlari-lari mengelilingi meja Ayahnya dengan tertawa-tawa. Melihat anaknya gembira dan berbahagia, Billy pun luluh kekesalannya. Diperhatikannya Ben yang menari kegirangan dengan uang di tangannya.

"Ayah..." kata Ben dengan wajah riang menghampiri Billy.

"Apa Ben...?" kata Billy bersiap mendengarkan kata-kata anaknya.

"Aku kan sudah menghitung tabunganku. Terus Ayah baru saja memberiku uang $5. Sekarang uangku ada$20..."

"Kamu mau membeli apa Ben dengan uangmu itu?" tanya Billy.

Ben terdiam sebentar. Setelah jedah kosong dua detik, Ben berkata kepada Billy:

"Bolehkah aku membeli waktu Ayah satu jam.....?

Tersentak dengan kata-kata Ben, Billy tak dapat berbicara apapun....

***--***

Source: http://www.sumardiono.com

Tuesday, August 21, 2007

Enaknya Jadi TDB, Jalan-jalan Dibayarin Kantor

Maaf kalo judulnya memang provokatif, tapi tulisan ini justru untuk menggugah semangat para aktivis TDA untuk lebih hebat lagi di bisnisnya.

Salah satu kenikmatan menjadi TDB alias employee seperti saya adalah menikmati acara jalan-jalan dengan fasilitas dan biaya kantor. Misalnya saya selama 2 bulan terakhir puas menjelajahi wilayah DIY-Jateng. Sebenarnya karena urusan pekerjaan kantor yg mengharuskan saya berkunjung ke banyak kota di daerah tsb. Tapi selingan acara wisata alam, shopping or cicip kuliner adalah acara wajib pertama!

Alhamdulillah sejak kerja pertama kali hingga kini saya selalu diberikan kenikmatan menjelajahi bumi Allah yg indah ini secara gratis pula. Kalo harus pakai uang sendiri mungkin sampai sekarang saya belom akan merasakan mulusnya lintasan F1 Albert Park, berburu ikan paus Humpingback, menjelajahi Great Ocean Road, dll. Masih terlalu mahal buat kocek pribadi saya!

Bagi rekan-rekan TDB yg bisa menikmati jalan-jalan gratis seperti saya, jangan lupa tour tsb bisa jadi ajang membangun relasi bisnis anda atau calon partner bisnis anda, sekaligus survey lokasi dan melihat potensi bisnis setempat. Manfaatkan kunjungan dinas tsb sebagai sarana menuju TDA. Misalnya singgah ke pengrajin gerabah di Kasongan Jogja, pengrajin kulit di Manding & Tanggulangin, pengrajin batik Solo & Pekalongan, siapa tau cocok untuk jadi rekanan bisnis anda. Bisa juga melihat peluang buka retail or agen disana, membuka cabang warung makan anda, ataupun melirik pasar properti di sana untuk investasi.

Satu lagi dream yg funtastic.. saya sudah merasakan betapa senangnya jalan-jalan dibayarin kantor sebagai TDB. pasti lebih bagus lagi kalo kalimatnya berubah menjadi betapa senangnya saya bisa membiayai anak buah saya jalan-jalan, liburan keluarga, bahkan umroh or haji. Artinya kinerja bisnis saya harus makin mantap! Insya Allah...!

Now, tour saya selesai, I'm back to Jakarta.. ketemu macet lagi!

Sunday, July 1, 2007

Papa Ingin Selalu Hadir Untukmu Nak

Alangkah senangnya menjadi ayah yg bisa mengantar sang anak bermain ke taman tiap pagi.
Sementara saya harus tergesa berangkat kerja agar tak terlambat sampai kantor.
Alangkah senangnya menjadi ayah yg bisa menemani makan malam dan membacakan cerita tidurnya. Sementara saya sampai di rumah dengan kondisi lelah, dan anakku sudah tertidur.
Alangkah bahagianya bisa menjadi ayah yg bebas mengatur waktunya untuk keluarga sepanjang waktu. How is that? become TDA...!

Saat menulis postingan ini, saya sedang di Semarang karena urusan pekerjaan kantor saya sehingga harus terpisah istri & my little boy, sebulan lamanya.
Berikut sebuah tulisan lama yg menggugah para ayah.

---
Where Have All The Fathers Gone ?

Bill Cosby memang berharga. Ketika beberapa tahun silam, anaknya Bill Cosby Jr diterjang peluru, hampir sebagian warga dunia berguncang. Seorang ayah 'ideal' kehilangan anaknya. Puluhan pertanyaan berhamburan dibalik kejadian itu. Orang-orang tidak membayangkan Bill Cosby Jr punya masalah dengan bandit-bandit pengedar obat terlaran g. Bukankah Bill Cosby seorang ayah ideal, humoris, sabar, pengertian, enak dan perlu.

Tidaklah berlebihan, kalau Alvin F. Poussaint M.D, seorang Asisten Profesor dari Harvard MedicalSchool, membutuhkan 10 halaman untuk menjelaskan kehebatan sang tokoh. Namun ada satu pertanyaan inti yang tidak mampu dijawab secara transparan oleh Bill yaitu, "Where has Bill gone?".

Kemanakah Bill pergi selama ini. Apakah yang ia lakukan sepanjang hari dengan anaknya. Kenapa, Bill tidak mengetahui sedikitpun tentang sepak terjang anaknya?

"Where has their father gone ?"
Kemanakah ayah mereka pergi selama ini ?

Sehari sebelum saya terima kabar dari kampung, dalam sebuah dialog antara pemerhati pecandu Narkoba, seorang ibu bercerita. Katanya, tak ada kesakitan yang lebih mencekam ketimbang cengkraman Narkoba pada anaknya. Dengan menahan tangis dan sedikit dendam, ia mengatakan anaknya adalah korban dari hilangnya lelaki dewasa (ayah) dalam putaran kehidupan rumah tangganya.

"Where has the father gone ?"
Dimana sih ayah-ayah mereka?

Anak-anak yang ditakdirkan menjadi pelaku sejarah diatas hanyalah sebagian kecil di antara berjuta anak yang sebenarnya tidak membutuhkan konseling psikologi.

Apa yang mereka butuhkan namun seringkali tidak mereka miliki adalah ayah yang peduli padanya dan punya waktu untuk bersama. Anak-anak itu tidak butuh tenaga psikiater tapi dia butuh seseorang yang bisa dipercaya. Lalu dimanakah ayah-ayah mereka? Ada dua jawaban.

Pertama, ayah yang ada tapi suka membolos.
Tipe ini kita temukan dimana-mana. Di lapangan golf, tenis, bulu tangkis, kantor dan tempat lainnya. Ada ayah yang dinas luar (tugas kantor atau dakwah) ke daerah-daerah hampir setiap bulan. Ada ayah yang bekerja, berangkat sesudah subuh dan pulang larut malam. Ada juga ayah yang nongkrong, tidur-tiduran ditempat tertentu hanya untuk melegitimasi bahwa ia sibuk sepanjang hari. Sehingga seolah-olah hanya ada waktu sisa buat anak-anaknya.

Kesimpulannya, ayah-ayah ini ada di mana-mana, tapi mereka sering membolos dari waktu bersama anaknya. Mereka (ayah-ayah ini) sulit ditemukan di rapat-rapat POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru), karena ada peninggalan purba yang menyatakan bahwa urusan sekolah adalah hak mutlak sang ibu semata .
Kita jarang menemukan ayah di tempat praktek dokter menggendong anaknya yang sakit. Kita juga tidak melihatnya di kantor kepolisian mengurus anaknya yang melakukan tindakan kriminal.

Ayah-ayah ini apabila ditanyakan pada mereka: apakah yang penting dalam hidupmu ? Biasanya mereka menjawab:keluarga dan anak-anak. Naifnya, jawaban ini sering tidak tercermin dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagaimana mereka mengatur waktu dan tenaga mereka sehari-hari antara pekerjaan dan anak. Simaklah dialog berikut ini:

Sang Anak : "Ayah, Yah main bola yuk!"
Sang Ayah : "O, ya. Ayah baca koran dulu!"
"O, ya. Ayah nonton berita dulu !"
"O, ya. Ayah janji main bola hari Sabtu!"
"O, ya. Ayah ada acara nih"
"O, ya. Ayah lagi cape ? "
"O, ya. Ayah lagi banyak kerjaan"
"O, ya. Ayah mau tapi ? "

Mungkin ayah seperti inilah yang dimaksudkan oleh hasil need assesment dari Lembaga Demografi salah satu universitas negeri di Jakarta. Jajak pendapat itu menerangkan empat ciri menonjol ayah tipe Pertama ini. Cepat marah, jarang ada waktu ngobrol dengan anak, ditakuti anak dan selalu menakar seluruh pekerjaan dengan uang.

Kedua, ayah yang ada (fisik) dan rajin tapi tidak tahu harus berbuat apa.
Kita menemukan ayah-ayah ini sering berada di rumah. Mereka mengerjakan banyak hal, tapi tidak terlalu mengerti apa yang dikerjakannya. Sebuah gelombang rutinitas menjebak dan membawanya berputar-putar ke dalam pekerjaan yang memiliki kualitas rendah.

Anak-anak menjumpai tokoh ini sepanjang waktu di rumah, namun sayangnya lambat laun sang tokoh menjadi tidak berarti dalam kehidupan mereka. Tidak ada lagi kejutan-kejutan psikologis yang biasa ditunggu-tunggu anak dari seorang ayah yang normal. Ritme komunikasi berjalan tanpa greget dan hambar. Sebagian besar korban Narkoba dan pelecehan seksual di kalangan remaja memiliki ayah tipe kedua ini.

Bukan Superman tapi Superstar. Benar, ayah bukanlah superman, tapi ia adalah superstar. Ia bintang di tengah keluarga. Ia pembawa dan penentu model sekaligus agen sosial. Lewat aksi panggungnya yang memikat, ia menggemuruhkan keceriaan keluarga. Tapi, sebagai seorang bintang, ia tidak lahir dengan sendirinya. Ia membutuhkan dukungan, karena bagi lelaki peran ayah bukanlah peran instingtif.

Peran ini lebih membutuhkan bimbingan sosial dari pada wanita dengan perannya sebagai ibu. Sebelum dukungan datang dari luar, maka sang ayah harus mencari dukungan dari dirinya sendiri. Mereka haruslah secara kontinyu merangsang dialog dengan hati nurani secara intens dan apresiatif.

Dialog-dialog ini harus mampu meyakinkan bahwa ia tidaklah satu-satunya ayah yang sedang belajar menjadi superstar. Bahwa anak-anak membutuhkan cinta, dukungan, dorongan dan perlindungannya. Bahwa melalui anak-anak para orang tua diajarkan makna hidup, cinta, kesucian, kesabaran dan sebagainya. Bahwa anak-anak melihat dunia luar dengan perantara jendela sang superstar.

Dukungan dalam diri tidak akan berarti tanpa tekun dan sabar berlatih. Sampai suatu saat hilangnya kekakuan dalam berhadapan dengan anak-anak. Muncullah ayah yang dengan ikhlas membantu anaknya mengerjakan PR, memandikan anak, mencuci baju dan belanja. Ayah yang membacakan buku cerita untuk anaknya, mengantar anak les komputer.

Ayah-ayah inilah yang akan membuat dunia ini berputar dan menjawab pertanyaan : "Where have all the fathers gone ?" dengan "Here I am. Now and forever!"

Sunday, June 17, 2007

My IT Business

Tahun 2003 adalah awal dimana saya memulai bisnis konsultan IT bersama beberapa rekan termasuk istri saya sendiri. Awalnya merupakan "pekerjaan sambilan dan kecil-kecilan" tepatnya karena status saya dan rekan-rekan juga tercatat sebagai employee, lalu memanfaatkan waktu luang kami menggarap projek IT pertama kami yg nilainya juga masih kecil. Alhamdulillah di perjalanan hari "pekerjaan sambilan dan kecil-kecilan" ini berubah menjadi bentuk usaha kami di bidang IT yang tidak sambilan dan kecilan lagi. Core kami adalah pengembangan sistem informasi baik versi desktop maupun online.

Klien pertama yakni Pusdatin Depnakertrans yg mempercayakan kegiatan pengembangan sistem informasi ketransmigrasian berbasis web menggunakan PHP dan MySQL pada tahun 2003. Alhamdulillah tiap tahun hingga 2007 ini, kami terus dipercaya dalam mengembangkan berbagai modul aplikasi sistem informasi database ketransmigrasian berbasis SQL server dengan interface VB. Mungkin salah satu kunci kami adalah senantiasa menjaga customer satisfaction dan relationship.

Sementara kegiatan sebagai freelance web programmer juga pernah saya jalankan bersama rekan-rekan. Salah satu hasil karyanya adalah web portal Bappenas yg berbasis PHP Postnuke dibangun pada 2004. Sampai saat ini sepertinya masih dipakai oleh mereka :)

Sunday, June 10, 2007

Bisnis Pulsa Elektronik

Awal tahun 2004 saya mencoba bisnis kecil-kecilan alias jadi agen isi ulang pulsa elektronik yg memang sedang booming saat itu.
Kebetulan mendapat tawaran kerjasama dari kawan kuliah yg bekerja di perusahaan dealer utama voucher isi ulang.
Di sini saya lebih berperan sebagai pemodal alias saya depositkan uang saya di dealer tsb sementara rekan-rekan saya sebagai para agen penjual.
Sempat berjalan beberapa bulan, tapi bisnis kecil ini saya putuskan stop karena too low profit, ditambah pembayaran yg terkadang lambat dari rekan-rekan agen penjual. Apalagi pemain kelas besar sudah banyak sekali.

Saturday, June 9, 2007

My Prasimax

Prasimax merupakan kumpulan teman-teman hebat semasa kuliah di Teknik Elektro UI yg melangkah memasuki dunia pasca kampus sebagai enterpreneurship di bidang mikrokontroler. Bermarkas di sebuah ruko Margonda Raya No 494 Depok, membuka Training Center Mikrokontroler pada tahun 2001.

Oh iya salah satu punggawa awal Prasimax adalah Teguh Atmajaya owner RumahMuslimah yang memperkenalkan saya dengan TDA-community. Thanks a lot bro...!

Kesempatan bergabung dengan Prasimax memberikan saya wawasan pengetahuan bagaimana berwirausaha yg dimulai dari nol. Kemudian menjadi bekal saya untuk memulai bisnis konsultan IT yg kemudian saya rintis bersama istri pada 2003.